Kamis, 17 Maret 2011

MEREKA BICARA TENTANG BUKU "MENGGYGAT KEBUDAAN TADULAKO"



Hudan Nur:
HASIL KEHAMILAN EKSPERIMENTAL

Nubuat kecil yang dicatat Jamrin Abubakar adalah kontemplasi penuh dengan segala daya yang dimilikinya selaku wartawan selama puluhan tahun. Dalam buku ini, ada beberapa tema yang diusung untuk mengingatkan pembaca terhadap hal besar, seperti; lengkatuwo sang tadukalo murni atau sejumlah ceceran kesedihan terhadap modero.
Tidak dapat dipungkiri tulisan-tulisan ini adalah hasil kehamilan eksperimental oleh penulisnya selama merekam himpitan-himpitan, gejolak, kegelisahan, hingga dengan nubuat kecil inilah penulis bersaksi. Bahasa yang sederhana dengan ventilasi lokal yang utuh membuat nubuat kecil ini menjadi istimewa. Khususnya bagi orang luar yang notabeneya bukan orang Kaili, atau penduduk Palu untuk masuk dalam mindset papakerma lembah Palu dengan sejumlah adat, sejarah, warna, bahkan polemik yang pernah terbangun sebelumnya.
Di samping itu, secara tidak langsung semiotika yang dituturkan secara implisit dalam Menggugat Kebudayaan Tadulako ini membuat para pecinta khasanah budaya, sastra, etimologi, dan sebagainya menjadi tertarik untuk melihat langsung betapa tragisnya dan seriusnya kulminasi moral yang sebenarnya (masih) terjadi di lembah Palu dan yang terpenting ada nadir yang belum terungkap. Mengingat, di Indonesia belum ada responsif secara apresiasi yang ditulis serius dan kontinyu untuk pelan-pelan membuka tabir ‘pusat peradaban dunia’ di Sulawesi Tengah.
Tidak banyak orang tahu tentang pusat peradaban dunia, hanya sedikit kalangan yang bisa dihitung. Dan kalaupun ada, hanyalah yang berkepentingan secara instansi atau pelancong asing dengan misi tertentu seperti penelitian akademik. Dari nubuat kecil ini, penulis berusaha menggugah semua pihak untuk peduli. Tulisan-tulisan ini adalah rekaman jejak yang perlu ditelusuri ulang demi kepentingan sejarah. Secara pribadi, saya tercenung dengan gejolak yang pernah terjadi dalam masa penulisan nubuat kecil ini. Ada spirit yang tertangkap, hingga penulis tuliskan dan spirit itu perlu ditularkan.
Lalu tabir lokalitas bisa mengglobal bila nubuat kecil ini bisa ditindaklanjuti, entah dalam bentuk apapun. Sebab apresiasi serupa sangat jarang direkam oleh masyarakat Kaili khususnya, dan bahkan masyarakat etnis Kulavi, Napu, Behoa, Bada,Mori, dan Pamona. Semoga kehamilan berikutnya, penulis mampu menggugah masyarakat sastra, sejarah, dan budaya untuk memposisikan diri sebagai pemeduli. (Hudan Nur: Penyair, anggota Wanita Penulis Indonesia)



Mas’amah M. Amin Syam, SS, M.Pd:

BERHARGA BAGI SUMBANGAN PENGAJARAN

Khazanah kebudayaan tadulako banyak diperbincangkan dan dijadikan obyek penelitian dan pengkajian. Namun belakangan ini Sulawesi Tengah dalam segala aspeknya semakin memikat untuk dipelajari, tidak saja bagi kalangan pengamat dan peneliti asing, tetapi juga bagi budayawan kita.
Perkembangan yang demikian di dalam dirinya menimbulkan pertanyaan, apakah gejala ini merupakan pertanda “kembangkitan kembali” kebudayaan Tadulako? Ataukah hal ini lebih banyak sebagai reaksi untuk mempertahankan diri terhadap arus modernisasi yang kian gencar melanda masyarakat Indonesia.
Sangat menggembirakan bahwa Jamrin Abubakar dengan segala kesibukannya masih sempat memikirkan tentang kebudayaan di Sulawesi Tengah. Dengan semangat itulah saya menyambut hangat dalam penerbitan buku kebudayaan sebagai bahan pengajaran. Maka tidaklah berlebihan apabila saya katakana buku ini merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi pengajaran seni budaya di sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi.
Untuk itu saya ucapkan selamat kepada Jamrin Abubakar atas karyanya ini, semoga Allah selalu melimpahkan karunia-Nya, dengan harapan akan ada buku-buku lainnya di masa mendatang.(Mas’amah M. Amin Syam, SS, M.Pd/Dosen Fakultas Sastra UNISA)



Andi Wulur, SH:

POLEMIK YANG CUKUP PENTING

Kehadiran buku ini bagi saya sangatlah penting, karena telah memberi informasi dan mengungkap tentang Tadulako secara historis yang tak banyak diketahui orang. Apalagi diungkapkan pula dari sisi mitologi maupun secara filosofi yang kadang membuat orang bertanya, apa sebenarnya Tadulako itu? Setidaknya buku ini bisa menjawab.

Begitu pula adanya polemik yang dilakukan tokoh-tokoh budayawan Sulawesi Tengah tentang perlu tidaknya Kebudayaan Tadulako gagasan Rusdy Toana merupakan catatan yang memberi pelajaran. Sebab soal polemik budaya di daerah ini kadang masih dianggap tabu, padahal bisa menjadi bagian bentuk kepedulian dan mengangkat khazanah daerah seperti yang telah ditunjukkan dalam buku ini. Jadi menurut saya, polemik tentang kebudayaan Tadulako itu merupakan catatan sejarah budaya yang cukup penting.
Karena itu apa yang Saudara Jamrin Abubakar lakukan dengan bukunya ini telah memperkaya pustaka daerah sekaligus dapat dijadikan referensi bagi generasi muda yang kadang kurang peduli terhada soal-soal seni dan budaya daerah.

(Andi Wulur: Pemerhati Budaya)



Hanafi Saro:

SEBUAH KONTROVERSI KEBUDAYAAN

Sebagai jurnalis, Jamrin mampu melihat point of view dari sebuah etalase peristiwa seni budaya khususnya di Sulawesi Tengah. Buku Menggugat Kebudayaan Tadulako adalah argumentasi dari kepribadian manusia-manusia pro kontradiktif. Penulis melahirkan perbedaan pendapat dalam koridor feature journalism. Kita banyak mendapat catatan-catatan penting dari sebuah kontroversi kebudayaan. (Hanafi Saro: Penyair/Wartawan) Selengkapnya...

Samuel Soeryawinata KOLEKTOR TINGGALAN PARA DINASTY CINA



BAGI peminat benda-benda antik bernilai sejarah dan seni lintas negara, tak perlu jauh-jauh pergi melihatnya ke galeri-galeri di Jakarta. Bagi warga Sulawesi Tengah, cukup datang saja ke Donggala sebuah kota tua di ujung barat jazirah Teluk Palu. Di kota yang pernah mengalami masa keemasan sebagai kota pelabuhan inilah seorang warganya menjadi kolektor barang-barang antik berumur ratusan hingga ribuan tahun dari zaman abad ke 6.
Sebagai pemburu dan kolektor benda seni bernilai sejarah ini memang masih sedikit orang di Sulawesi Tengah yang menekuninya. Sebab selain memerlukan biaya yang tidak sedikit, juga harus punya “naluri pemburu” dengan insting seni yang tinggi. Nah, di antara sedikit orang yang memiliki hobi mengoleksi barang-barang antik bernilai miliaran rupiah itu, Samuel Soeryawinata salah satunya. Meskipun tak sepopuler para pemilik galeri bertaraf nasional yang selalu mengikuti lelang di forum internasional, tapi koleksi yang dimiliki Samuel sangat mencengangkan. Selengkapnya...