Ke Makassar, Singgah di Rotterdam
Jalan-jalan ke Kota Makassar, bagi mereka yang berjiwa seni dan gemar dengan jejak sejarah masa silam, maka tidaklah lengkap kalau tidak mengunjungi Fort Rotterdam. Sebutan tersebut merupakan nama salah satu kota di kerajaan Belanda, tapi di Makassar pun nama itu tersematkan sejak ratusan tahun silam bagi sebuah benteng.
Bagi pelancong meskipun terbilang baru pertama kali ke Makassar dan ingin berkunjung ke benteng Fort Rotterdam, maka sangat mudah untuk ke menuju ke kawasan tersebut.
Hampir semua sopir taksi/angkot, ojek atapun tukang becak mengetahui tentang benteng Rotterdam. Kalaupun ada di antara mereka yang tidak mengetahui, masih ada beberapa petunjuk yang bias memberi arah, yaitu sebut saja di sekitar Gedung RRI. Sebab stasiun RRI Makassar berada di samping arah kanan benteng. Sementara di depan RRI, Jalan Riburane terdapat gedung kesenian Societet de Harmoni yang merupakan salah satu peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang memiliki nilai sejarah yang usianya ratusan tahun dan masih asli.
Pada zamannya merupakan salah satu kantor pemerintahan yang kemudian juga pernah dimanfaatkan pemerintah Kota Makassar. Sejak tahun 1998 atas perjuangan seniman Makassar, Societet de Harmoni akhirnya dialihkan fungsinya sebagai salah satu pusat kegiatan kesenian Makassar. Dari gedung inilah saban hari para seniman berkumpul, berdiskusi dan merancang berbagai kegiatan untuk menampilkan berbagai pertunjkan baik local maupun nasional.
Benteng Fort Rotterdam yang letaknya berhadapan dengan pantai Selat Makassar mengarah kea rah barat. Sejak lama merupakan salah satu pusat perdaban yang menyimbolkan semangat dan kebesaran. Tak jauh dari pelabuhan laut internasional Sukarno-Hatta dan di sekitarnya terdapat obyek wisata Pantai Losari yang juga menjadi kebanggaan orang Makassar untuk kawasan wisata. Benteng ini hanyalah salah satu di antara sejumlah benteng yang berjajar dari arah utara ke bagian selatan, yaitu benteng Ujung Tanah, Baro Boso, Mariso, Somba Opu, Barombong dan Panakkukang.
Dari dalam arena benteng itu pula sejumlah aktivitas kesenian berlabel nasional dan internasional pernah digelar, di antaranya Temu Sastra Kepulauan (1999), Makassar Art Forum (MAF) tahun 2000 dan sederet festival lainnya, termasuk pameran seni rupa. Bahkan terakhir 2009 sebuah festival musik jazz berlabel Festival Fort Rotterdam digelar yang rencananya akan dilakukan setiap tahunnya.
Jadi benteng tua peninggalan kerajaan Goa yang dibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke X yakni Tunipallangga Ulaweng. Dulunya fungsi benteng ini bukan sekedar untuk menahan kemungkinan-kemungkinan ada serangan dari musuh, tapi sekaligus menjadi kompleks permukiman raja dan keluarganya. Dalam sejumlah catatan sejarah menyebutkan bangunan di dalam benteng terdapat rumah-rumah panggung khas Gowa dimana raja dan keluarga menetap didalamnya. Ketika berpidah pada masa raja Gowa ke XIV, tembok benteng lantas diganti dengan batu padas yang berwarna hitam keras agar pertahanan benteng semakin kuat.
Meskipun bangunan benteng berusia ratusan tahun, benteng ini masih terlihat kokoh, perkasa yang memiliki ketebalan sekitar dua atau tiga meter dengan ukuran tinggi lima meter yang terbuat dari batu-batu bentuk kubus yang tersusun rapi membentuk tembok yang kuat. Ketuaan benteng ini pun kadang dikeramatkan sebagian masyarakat Makassar, yang konon sering ada penampakan mahluk-mahluk yang menggambarkan sosok orang dulu. Tidak heran kalau di atas tembok yang bisa dilalui untuk keliling itu, kadang ditemui sesajian di sudut-sudut benteng berupa bunga-bunga warna-warni yang dibawa pengunjung, mungkin untuk suatu nazar tertentu.
Untuk memasuki area benteng, pengunjung hanya bias melalui satu pintu kecil yang terbuat dari kayu yang cukup perkasa namun berkaya colonial yang menunjukkan masa lampau. Setiap saat pintu ini dijaga satpam secara bergiliran, sebab kadang bukan hanya siangnya orang berdatangan. Pada malam hari pun masih ada orang yang keluar masuk, tentunya mereka yang sudah akrab dengan lingkungan setempat dengan tujuan untuk latihan kesenian atau untuk ke warung kopi di dalam kompleks.
Padang siang hari, terutama hari-hari libur selalu banyak pengunjung berdatangan terutama pelajar /mahasiswa dan rombongan keluarga yang membawa anak-anaknya. Sebab benteng Rotterdam dikenal sebagai obyek wisata sejarah yang sangat menarik sebagai bagian rentetang sejarah nasional, seperti masih adanya ruang tahanan Pahlawan Pangeran Diponegoro di bawah tembok benteng sebelum ia dipindahkan ke Manado.
Selain itu sisa-sisa bangunan yang pernah berdiri di deretan bagian dalam benteng tinggal puing-puing berupa tiang dan temboknya, seperti Bastion Bone. Kedatangan pengunjung selain mencari informasi tentang sejarah benteng, juga umumnya mengambil gambar atau berpose dalam arena benteng pertahanan kerjaan Goa.
Dalam catatan sejarah Makassar, ada masa kejayaan, ada pula masa kesuraman yang membuat benteng ini akhirnya dikuasai pemerintah Hindia Belanda yang akhirnya muncullah Perjanjian Bongaya pada 18 Nov 1667 dimana Sultan Hasanuddin dengan terpaksa menjalani perjanjian setelah peperangan, padahal perjanjian itu merupakan tipudaya kolonial. Dalam peperangan seisi benteng porak- poranda, rumah raja hancur dibakar tentara Belanda yang kemudian diganti dengan bangunan seperti yang terlihat saat ini. Sejak itu pula benteng kerajaan Goa itu dubah namanya menjadi benteng Fort Rotterdam oleh Cornelis Speelman selaku Gubernur Jenderal untuk mengabadikan nama kota kelahirannya di negeri Kincir Angin.
Demikian sepenggal catatan perjalanan ke Fort Rotterdam, sebuah kawasan wisata sejarah budaya Makassar yang mempertemukan perdaban manusia masa silam dan masa kini. Dari artefak inilah banyak orang terinspirasi untuk selalu bersilaturahim, berinteraksi sosial dalam bentuk festival kebudayaan dunia, mengingat Makasar sejak dulu merupakan bandar internasional yang strategis. Hingga kini, banyak orang yang berkunjung ke Makassar, menjadikan Fort Rotterdam dijadikan salah satu tujuan kunjungan. (JAMRIN ABUBAKAR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar