Kamis, 09 Juni 2011

Perjalanan dan Pemikiran Hamid Rana MENULIS ZAMAN DENGAN IFTITAH

KATA PENGANTAR

Ada banyak tokoh penting Sulawesi Tengah yang telah tiada, namun seakan terlupakan seiring bergantinya generasi dari zaman ke zaman. Padahal harusnya keteladanan pendahulu yang ditokohkan itu dapat menjadi spirit bagi generasi saat ini dan mendatang agar tetap ada pemahaman sejarah dalam mengikuti perkembangan zaman. Sayang harapan ini tidak berlanjut, karena tidak adanya penyambung gagasan dalam bentuk bahan pustaka yang dijadikan referensi.
Untuk itu sebagai penulis menggagas untuk sebuah karya dalam bentuk penulisan buku tentang sosok H. Hamid Rana, seorang tokoh penting yang pernah dimiliki Sulawesi Tengah dalam perkembangan dan pertumbuhan pers di daerah ini. Dalam pembentukan dan peletakan dasar organisasi kewartawanan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Cabang Sulawesi Tengah dan pembentukan RRI Studio Lokal sebagai cikal-bakal RRI Palu, Hamid Rana salah satu yang berperan. Tetapi hal semacam ini terabaikan dan nyaris terlupakan generasi muda, karena tidak adanya kepedulian mengangkat kembali tentang perjalanan para tokoh yang patut jadi teladan. Ketokohan Hamid Rana salah satu contoh yang pernah mengabadikan separuh hidupnya di bidang kewartawanan. Bahkan menjadi salah satu anggota PWI seumur hidup dengan NKA (Nomor Kartu Anggota) 22.00.0516.66.B.68.
Bagi seorang wartawan, karya paling monumental yang bisa ditinggalkan ketika telah tiada, adalah keteladanan dan tulisan-tulisan yang pernah dikeluarkan dari pikiran-pikirannya. Karya tulis itu bukan saja bermanfaat pada zaman ditulis yang kemudian dibaca publik saat terbit di media (surat kabar), melainkan dapat memiliki masa yang cukup panjang dan menjadi abadi sebagai warisan dari generasi ke generasi dalam bentuk buku. Oleh karena itu sebagai bentuk penghargaan dan sekaligus mengambil spirit dari seorang tokoh wartawan, Hamid Rana termasuk yang banyak menghasilkan tulisan, sehingga patut diterbitkan kembali dalam bentuk buku.
Surat Kabar Mingguan Alkhairaat yang kemudian popular disebut SKM Alkhairat maupun Koran MAL terbit mingguan dalam bentuk tabloid maupun plano, dibawah kepemimpinan H. Hamid Rana sebagai Pemred (1990-2006), aktif menulis sejumlah gagasan yang mencerahkan, suatu pencatatan sebagai saksi zaman berdasarkan naluri kewartawanan. Sebagai Pemred, Hamid Rana menuangkan pikiran-pikirannya dalam kolom ‘tajuk rencana’ yang sudah lazim diisi seorang pemimpin redaksi. Dalam perkembangannya sebutan Tajuk Rencana di Mingguan Alkhairaat sering berganti penyebutan tanpa mengurangi maksud dan tujuan yang mencerminkan pandangan media bersangkutan. Kolom tetap di halaman 2 ini ada masa diberi nama Ahlan Wa Sahlan dan kemudian diganti sebutan kolom Editorial. Terakhir sejak tahun 2000 sampai tahun 2007 kolom editorial itu diganti lagi dengan nama Iftitah.
Dari sejumlah nama kolom editorial tersebut hakikatnya tetap sama sebagai gagasan yang sedang aktual dan menjadi sorotan media secara kontekstual ketika itu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Balai Pustaka eidisi ke tiga tahun 2003, menyebutkan istilah Iftitah berarti; permulaan; pembukaan: doa.
Secara harifiah merupakan suatu pembuka kata, bukan saja yang mencerminkan apa yang sedang hangat jadi sorotan media pada saat terbit. Tapi makna Iftitah juga dapat dimaksudkan sebagai spirit gagasan atau terobosan yang mencerahkan untuk kepentingan masyarakat secara umum dengan harapan bisa tercapai apa yang diinginkan dengan kebaikan ibarat sedang berdoa. Semasa hidupnya, almarhum dalam menulis ibarat sedang berdoa dalam bentuk tulisan yang berisi keprihatinan, sekaligus nasehat-nasehat yang berobsesi untuk lebih baik ibarat orang yang berdoa, sehingga buku ini diberi judul MENULIS ZAMAN DENGAN IFTITAH Perjalanan dan Pemikiran H. Hamid Rana.
Berdasarkan pemaparan di atas, dengan ini diterbitkan kembali sejumlah tulisan kolom Hamid Rana yang pernah dipublikasikan di Mingguan Alkhairaat dalam bentuk buku. Kemudian dilengkapi dengan riwayat perjalanan kariernya di pemerintahan Departemen Penerangan (dulu disebut Jawatan Penerangan). Sebagai salah satu tokoh penting dalam organisasi PWI maupun sebagai Pemred MAL telah memberi warna tersendiri suatu masa dimana pers penuh tantangan.
Dari ratusan kolom Hamid Rana yang terselamatkan dari arsip-arsip edisi Koran MAL, di sini dipilih sebanyak 101 tulisan dalam kurun waktu penulisan 1995-2001. Pemilihan tulisan masa tersebut untuk mewakili dua masa perubahan sosial politik dari ujung kekuasaan pemerintahan Orde Baru (Orba) ke masa pemerintahan Reformasi, setidaknya tercermin pula dalam pilihan tema-tema tulisan Hamid Rana pada zamannya. Tentunya dengan harapan pembaca dapat memahami suatu masa tentang beragam dinamika sosial, budaya, poilitik dan ekonomi pada saat kolom tersebut diterbitkan.
Kiranya pembaca mendapatkan informasi kembali tentang riak-riak pergolakan sosial politik yang menunjukkan bentuk perhatian dan kepedulian penulisnya, bisa dijadikan bahan perbandingan terhadap sejumlah perubahan yang dulunya sangat memprihatikan. Misalnya soal konflik Poso yang pada masanya mendapat sorotan, namun konteks sekarang sudah damai kembali sehingga memahami tulisan yang ada harus menempatkan posisi pembaca pada masa itu. Pilihan masalah konflik Poso tidak bermaksud untuk mengungkit kembali, melainkan hanya untuk menjadikan sebuah penanda sehingga ditampilkan dalam buku ini agar pembaca memahami sebuah keprihatinan dan kegelisahan seorang wartawan (juga lainnya) pada masa itu. Tetapi tidak sedikit di antara persoalan sosial lain yang dipaparkan Hamid Rana dalam tulisannya yang masih memiliki konteks masa kini, bahkan masa depan.
Buku ini sekaligus menjadi persembahan mengenang almarhum sebagai teladan bagi generasi muda masa kini. Sebanyak 101 kolom Hamid Rana bila dicerna gaya penulisannya walau sangat sederhana, tapi sangat mencerminkan pemikiran seorang bijak dan penuh nasehat dalam memandang suatu persoalan.* (Jamrin Abubakar)

Tidak ada komentar: