Kamis, 07 Oktober 2010

AKHIRNYA DOKAR DONGGALA PUNAH

DONGGALA-Kekhawatiran pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Donggala dan sejumlah masyarakat tentang kendaraan tradisional dokar Donggala akan punah, akhirnya betul-betul jadi kenyataan.

Padahal sebelumnya pihak Disbudpar Donggala ketika dijabat Suaib Djafar tahun 2008 lalu, menyatakan akan memprogramkan partisipasi kusir dokar dalam mendukung kemajuan industri pariwisata dalam kota. Sayang upaya itu belum sempat terwujud, namun ternyata sejak awal Januari lalu hingga kini tinggal satu unit kendaraan dokar yang beroperasi di kota Donggala.

Bukan hanya saat Suaib Djafar melontarkan janji-janji pemberdayaan kusir dokar agar kendaraan itu tidak punah. Tapi juga saat Himran Sukara menggantikan posisi Himran tahun 2009 lalu, yang berkeinginan menjadikan dokar sebagai penunjang pariwisata kota juga tak pernah dilakukan. Padahal rencana semula pemerintah akan membangkitkan kembali partisipasi dokar setiap HUT Kabupaten Donggala dan HUT RI pada bulan Agustus.

“Karena makin langkanya dokar di Donggala itulah sehingga kami berpikir mau menghidupkan kembali gairah dalam penggunaan transportasi tersebut bentuknya dilakukan kerja sama dalam bentuk paket wisata semacam jalan-jalan dalam kota Dongala melalui dokar, “ janji Suaib ketika itu.


Saat ini di Kecamatan Banawa khususnya Kota Donggala kendaraan dokar yang beroperasi tinggal satu unit, yaitu milik Ismet (27) salah seorang kusir yang tinggal di dekat Puskesman Donggala, kelurahan Boya. Dan menurutnya tak ada jaminan kalau dokarnya itu bisa bertahaan karena kuda penarik kendaraan miliknya pun tinggal satu ekor.
“Saat ini di Donggala tinggal saya sendiri yang memiliki kendaraan dokar, teman lainnya semuanya sudah berhenti dan dokarnya dijual,” kata Ismet.
Menurutnya, sejak beberapa tahun terakhir ini kendaraan dokar berangsur-angsur berkurang. Tahun 2009 lalu saja tinggal 4 unit kemudian sejak awal Januari 2010 lalu tinggal Ismet sendiri yang jadi kusir.

“Sebetulnya yang cukup lama menjalankan dokar itu Pak Jamal, namun dokarnya juga sudah dijual,” kata Ismet lagi.
Pemantauan media ini menemukan dari sejumlah kusir dokar telah beralih menjadi tukang ojek dengan lebih dahulu menjual dokarnya untuk beli kendaraan sepeda motor. Hal itu dilakukan menyusul biaya pemeliharaan kuda cukup besar dan pakan ternak kuda berupa dedak makin sulit didapatkan. “Kalau kendaraan ojek biaya pemeliharannya murah dan praktis,” kata seorang tukang ojek.

Punahnya kendaraan tradisional Donggala itu selain disebabkan biaya pemeliharaan cukup besar menyusul harga kuda makin mahal, tapi juga tidak mampu bersaing dengan kendaraan ojek dan becak. Persaingan tersebut mulai terasa sejak beroperasinya kendaraan becak tahun 1998 lalu.

Padahal menurut Ismail Husen (68), salah satu masyarakat Donggala yang pernah memiliki 4 unit kendaraan dokar, sejak tahun 1950-an Kota Donggala sangat identik dengan dokarnya. Bahkan mulanya roda dokar di Donggala masih memakai kayu berlapis besi dan itu cukup lama dipakai, nanti tahun 80-an beralih ke roda ban karet seperti sekarang. “Kendaraan tradisional itu pernah menjadi kekhasan Kota Donggala sehingga orang yang datang berkunjung selalu memanfaatkan dokar untuk keliling Donggala, tapi sekarang tinggal kenangan,” cerita Ismail Husen.

Menurutnya, hingga awal 1990-an dokar yang beroperasi mencapai 50 unit dan di antara pemilik kadang memiliki sampai 5 unit dokar, terutama berada di kelurahan Maleni, Ganti dan Labuan Bajo.

Selain itu setiap ada peringatan hari-hari bersejarah seperti 17 Agustus maupun perayaan lainnya, pemilik dokar selalu berpartisipasi dalam pawai. Bahkan para kusir dengan suka rela menghiasi dokarnya untuk keliling kota dan hal itu menjadi daya tarik tersendiri karena menjadi tontonan warga.

Kejayaan dan partisipasi para kusir dokar yang pernah mewarnai perjalanan wisata kota tua Donggala, kini tinggal cerita kenangan yang tak bisa disaksikan generasi muda mendatang. Sementara janji-janji pejabat birokrat Pemkab Donggala juga tinggal janji yang ingin menggairahkan kembali nuansa kendaraan tradisional dengan pelatihan pembahaman tentang khazanah wisata, semua tinggal cerita yang tak pernah berwujud. (JAMRIN AB)

Tidak ada komentar: